A.
Identitas Film
Judul
Film : Al-Ghazali-The Alchemist of
Happiness
Oleh
: Ovidio Salazar
Pemeran
:
- Ghorban Nadjafi sebagai Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali
- Dariush Arjmand sebagai Nizam al-Mulk
- Robert Powell sebagai Pengisi Suara Al-Ghazali
- Mitra Hajjar sebagai istri Ghazali
- Abdol Reza Kermani sebagai Ahmad Ghazali
- Muhammad Poorsattar sebagai Sufi Guardian
- Ali Mayani sebagai Magician
Durasi : 01.19.11
Rumah Produksi :
Matmedia Production
B.
Pendahuluan
Ini
adalah tugas kedua saya di mata kuliah Filsafat Islam yang diajarkan oleh Bapak
Ahmad Fadhil, Lc., M.Hum. Film ini diproduksi oleh Matmedia Production yang
dibuat oleh Ovidio Salazar. Film ini berdurasi 1 jam 19 menit 11 detik dan
menggunakan bahasa Inggris. Meskipun berbahasa Inggris di zaman yang serba
mudah ini kita bisa menemukan terjemahan dalam bahasa Indonesia di mesin
pencarian google dengan mudah. Sungguh sangat dimanjakan sekali generasi
sekarang ini, tetapi disamping itu kita sungguh sangat dimudahkan sekali dalam
menemukan berbagai informasi.
The
Alchemist of Happiness apabila diterjemahkan berarti Kimia Kebahagiaan,
begitulah judul yang diberikan untuk film yang khusus didedikasikan kepada
seorang Al-Ghazali ini. Nama asli Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'I (lahir di Thus; 1058 /
450 H – meninggal di Thus; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H;
umur 52–53 tahun). Film ini bercerita tentang perjalanan kisah hidup
Al-Ghazali. Al-Ghazali adalah satu diantara banyaknya tokoh intelektual muslim
yang karyanya menarik dan banyak diakui oleh kalangan ulama dan ilmuwan di
seluruh dunia. Al-Ghazali tertarik pada semua yang menyangkut tentang ilmu
pengetahuan sejak ditinggal oleh sang Ayah dan pada saat itu Al-Ghazali berusia
sekitar 7 tahun. Pada saat itu pula Al-Ghazali dititipkan kepada gurunya
sekaligus sahabat ayahnya untuk belajar, baik itu ilmu dunia maupun ilmu
akhirat. Sesuatu yang dapat dipetik dari situ ialah tidak perlu menunggu tua
untuk mencari ilmu, carilah ilmu sedari
kecil atau sebelum dewasa karena itu bagai melukis diatas batu dan apabila
kalian mencari ilmu sesudah dewasa maka itu bagai melukis diatas air. Oleh
karena itu, sebagai seorang muslim kita harus bangga dengan hadirnya
orang-orang muslim yang bisa menginspirasi orang-orang di dunia.
Dalam film The Alchemist of Happiness atau Kimia
Kebahagiaan mengisahkan tentang perjalanan hidup seorang
Al-Ghazali yang penuh semangat dan antusias dalam mendapatkan berbagai ilmu
pengetahuan. Baginya ilmu adalah segalanya, dengan ilmu manusia dapat mengubah
kehidupannya agar bisa menjadi lebih bermanfaat. Kimia kebahagiaan adalah
sebuah pemikiran Al-Ghazali tentang makna hidup. Hal yang paling penting dalam
film The Alchemist of Happiness ini
adalah perjalanan spiritual seorang Al-Ghazali untuk mengenal Allah SWT.
Film
ini menggambarkan umat manusia diciptakan tidaklah sembarangan. Manusia
diciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Al-Ghazali menguasai hampir
berbagai bidang ilmu pengetahuan pada saat itu seperti ilmu falsafah, ilmu
logika, ilmu tauhid, serta fiqh madzhab syafi’i. Maka dari itu Al-Ghazali pun
diberi gelar asy-Syafi'i. Gelar
ini menunjukkan bahwa dia bermadzhab syafi’i. Pada film ini pula dijelaskan
bahwa Al-Ghazali dinilai sebagai satu dari 5 atau 6 pemikir paling berpengaruh
dalam sejarah kemanusiaan di muka bumi ini.
Dalam film ini dijelaskan bahwa Al-Ghazali adalah
orang yang haus akan ilmu. Pada saat awal remaja ia menimba ilmu di Nisyapur.
Digambarkan pula bahwa Al-Ghazali ini tipe orang yang tidak pernah merasa puas
akan ilmu pengetahuan. Tidak salah lagi jika Al-Ghazali disebut ilmuwan
terbesar karena ia mampu menghafal teologi 12.000 halaman. Pengetahuan diserapnya berbasis konsep Islam
‘Tauhid’ melalui kerangka berpikir. Mencerna mengenai keesaan puncak Tuhan, dan
bagaimana keesaan itu mewujud melalui keragaman di dunia, berbicara tentang
hasrat mencapai akar dari masalah. Al-Ghazali menguasai serta mengajarkan
hal-hal tersebut di usia yang masih sangat muda. Al-Ghazali melihat beberapa
hal seperti otoritas agama dalam hidupnya. Contohnya seperti anak-anak Kristen
akan selalu dibesarkan menjadi orang Kristen, anak-anak Yahudi akan selalu
dibesarkan menjadi orang Yahudi, begitupun dengan Islam. Anak-anak dari orang
Islam akan selalu dibesarkan menjadi orang Islam atau Muslim. Ia juga
menjelaskan bahwasannya hadits Rasulullah SAW memang benar adanya. Hadits itu
adalah “setiap anak yang terlahir ke
dunia adalah fitrah, orang tuanya lah yang menjadikan ia yahudi, Kristen, atau
majusi”.
Dalam
menutut pengetahuan Al-Ghazali berkenan untuk belajar kepada ahli kalam yang
terkemuka pada masanya. Ada satu adegan yang menarik dari film ini yaitu ketika
di tengah perjalanan Al-Ghazali menuntut ilmu dia mendapatkan hadangan atau
rintangan dari sekelompok perampok yang ingin merampas hartanya. Al-Ghazali pun
bersikeras untuk melawan perampok itu karena barang itu sangat berharga,
sementara perampok itu sangat ingin mengetahui apa yang ada dalam tas milik
Al-Ghazali tersebut. Dan Al-Ghazali berkata bahwasannya ini adalah semua
pengetahuanku tentang ilmu kalam. Dan perampok itu berkata “aku
cukup merampasnya darimu untuk mengapus pengetahuanmu”. Pada saat itu pun
ia berpikir bahwa yang dikatakan oleh para perampok itu ada benarnya dan ia pun
berpikir bahwa kejadian perampokan itu merupakan peringatan yang dikirim oleh
Allah SWT agar bisa memetik hikmah dari kejadian yang kurang berkenan di dalam
hatinya tersebut.
Dan
pada akhirnya dia pun jatuh sakit, dan tidak ada obatnya karena penyakit itu
menyerang jiwanya. Dan di akhir kisah ia pun meninggalkan segala hal yang
berhubungan dengan duniawi dan ia mencari keyakinan realitas Illahi,
meninggalkan segala sesuatu yang telah ia capai selama ini. Ia pun akhirnya
menyendiri sambil memperbaiki diri serta selalu mengingat Tuhan.
Pada
akhir film ini dijelaskan serta dijabarkan mengenai pemikiran-pemikiran Al-Ghazali
tentang intisari Islam, pengamalan-pengamalan spritual dan keperiadaan fisik,
hingga kesadaran dari seseorang yang ingin mendalami kehidupan Al-Ghazali
tentang kebutuhan yang sesungguhnya dalam yang paling mengharukan adalah ketika
di akhir masa hidupnya Al-Ghazali sebelum wafat beliau mengkafani dirinya
sendiri seakan sudah siap akan ajal yang menjemputnya.
Dari
film ini kita bisa mengambil pelajaran bahwasannya dunia ini hanya sementara
yang tidak bisa kita tinggali selamanya. Kita harus bisa mempersiapkan
segalanya untuk kehidupan yang abadi yakni kehidupan setelah kematian. Segala
sesuatu di dunia ini hanyalah sesuatu yang bisa hilang karena bersifat sesaat,
karena sesungguhnya awal kehidupan yang abadi adalah setelah kematian dan kita
tidak bisa sedikitpun menghindar dari kematian. Maka dari itu bekal yang kita
cari selama hidup di dunia kelak akan bisa menyelamatkan kita di akhirat sana.
Maka perbanyaklah amal-amal baik seperti yang telah dilakukan oleh Al-Ghazali
yang rela meninggalkan segala sesuatu yang telah ia capai selama di dunia ini
dan di akhir hidupnya ia pun semakin memperbaiki diri agar dia hidup bahagia di
akhirat nanti.
Komentar
Posting Komentar